Memaknai Pancasila dalam Konteks Keterbukaan Informasi
Peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni bukan sekadar seremoni kenegaraan. Ia adalah momentum reflektif untuk menghidupkan kembali nilai-nilai fundamental bangsa. Sejak pertama kali dicetuskan oleh Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tahun 1945, Pancasila telah menjadi dasar ideologis dan pedoman moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di tengah dinamika zaman yang sarat dengan tantangan digital dan arus informasi yang tak terbendung, aktualisasi nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan melalui berbagai kebijakan, salah satunya keterbukaan informasi publik. Prinsip ini bukan sekadar prosedur administratif, tetapi mencerminkan nilai-nilai etika dan demokrasi yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.
Pancasila sebagai dasar negara memuat norma-norma universal yang seharusnya menjadi landasan dalam setiap kebijakan publik, termasuk prinsip transparansi. Di era keterbukaan seperti sekarang, kebutuhan publik terhadap informasi yang akurat, terbuka, dan mudah diakses merupakan keniscayaan. Oleh karena itu, keterbukaan informasi publik adalah bentuk konkret implementasi Pancasila dalam tata kelola pemerintahan.
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan pentingnya moralitas dan kejujuran dalam menjalankan tugas negara. Dalam konteks keterbukaan, sila ini menuntut penyampaian informasi yang jujur, akurat, dan bertanggung jawab. Menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui publik merupakan bentuk pelanggaran terhadap etika moral dan tanggung jawab spiritual.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menegaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak atas informasi. Dalam negara demokratis, hak untuk tahu (right to know) adalah hak dasar yang memungkinkan rakyat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintahan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjadi manifestasi hukum dari nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi dalam Pancasila.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menggarisbawahi pentingnya membangun kepercayaan antara negara dan rakyat. Dalam situasi sosial yang rawan polarisasi dan hoaks, keterbukaan informasi menjadi instrumen utama untuk menjaga kohesi sosial. Informasi yang jujur dan terbuka memperkuat legitimasi lembaga publik serta menciptakan ruang dialog yang inklusif dan partisipatif.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menempatkan akses informasi sebagai syarat utama bagi demokrasi yang sehat. Tanpa informasi yang terbuka, rakyat tidak dapat menilai atau mengkritisi kebijakan. Keterbukaan bukan sekadar prosedur demokrasi, melainkan substansi dari kedaulatan rakyat.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menuntut distribusi informasi yang adil. Informasi saat ini adalah aset strategis yang menentukan akses pada layanan publik, pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi. Jika informasi hanya beredar di kalangan elite, maka kesenjangan sosial akan semakin dalam. Keterbukaan informasi adalah jembatan menuju keadilan sosial yang lebih nyata.
Dalam kerangka peringatan Hari Lahir Pancasila, keterbukaan informasi publik dapat dipandang sebagai pengejawantahan ideologis yang hidup dan dinamis. Nilai-nilai Pancasila harus diinternalisasi dalam sistem kelembagaan dan pelayanan publik. Transparansi bukan ancaman bagi kekuasaan, melainkan fondasi dari pemerintahan yang bersih dan berdaya tahan.
Namun, penerapan keterbukaan informasi masih menemui tantangan. Banyak badan publik belum sepenuhnya menjalankan kewajibannya secara proaktif. Beberapa bahkan cenderung tertutup ketika diminta membuka informasi. Sikap ini bertentangan dengan semangat Pancasila yang menekankan kejujuran, keterbukaan, dan partisipasi rakyat.
Untuk itu, dibutuhkan komitmen politik yang kuat, serta reformasi budaya birokrasi agar nilai-nilai Pancasila terintegrasi dalam praktik pelayanan informasi. Pendidikan Pancasila pun perlu dikembangkan secara kontekstual, bukan hanya menghafal lima sila, tetapi mengaitkannya dengan dinamika era digital dan masyarakat informasi. Keterbukaan informasi adalah wujud nasionalisme yang cerdas dan bertanggung jawab.
Generasi muda memiliki peran penting sebagai agen perubahan, baik sebagai pengguna maupun produsen informasi. Dengan pemanfaatan teknologi digital secara bijak, mereka dapat menjadi penjaga ruang publik yang sehat dan demokratis.
Keterbukaan informasi publik adalah manifestasi nyata dari nilai-nilai Pancasila dalam tata kelola pemerintahan. Prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial bisa dihidupkan melalui sistem informasi yang terbuka, akuntabel, dan inklusif.
Dalam momentum Hari Lahir Pancasila ini, sudah saatnya seluruh elemen bangsa meneguhkan kembali komitmen untuk menjadikan keterbukaan sebagai roh dari kebijakan publik. Semakin tinggi derajat keterbukaan informasi, semakin hidup pula Pancasila dalam praktik bernegara kita. (KISB)