Cuaca Ekstream di Sumbar: Pentingnya Informasi BMKG Menurut UU KIP
Musfi Yendra
[Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat]
Cuaca ekstrem kembali menjadi perhatian masyarakat Sumatera Barat setelah BMKG Minangkabau merilis peringatan dini untuk periode 21–27 November 2025. Melalui rilis resminya, BMKG mencatat adanya potensi hujan berintensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat, petir, dan angin kencang di sejumlah daerah.
Dinamika atmosfer yang cukup aktif ini menjadi sinyal agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan, terutama mereka yang tinggal di kawasan rawan bencana. Peringatan dini ini tidak hanya menjadi informasi cuaca semata, tetapi juga bagian penting dari mitigasi risiko yang harus segera diketahui publik.
Pada Jumat, 21 November 2025, sebagian besar wilayah Sumbar ditetapkan dalam status siaga. Hujan diprediksi turun sejak siang hingga sore hari di Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Padang Pariaman, Pesisir Selatan, Pasaman, Lima Puluh Kota, Kabupaten Solok, Solok Selatan, dan Dharmasraya.
Kondisi ini tentu berpotensi mengganggu aktivitas masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada aktivitas luar ruang atau tinggal di sekitar pesisir dan lereng perbukitan. Memasuki malam hari, intensitas hujan diperkirakan masih berlanjut di beberapa wilayah seperti Agam, Lima Puluh Kota, dan Dharmasraya.
Bahkan dini hari pun BMKG mencatat peluang hujan di Pasaman Barat dan sekitarnya, menunjukkan rangkaian hujan yang berlangsung cukup panjang dari siang hingga dini hari.
Situasi yang sama masih berlanjut hari, Sabtu, 22 November 2025, ketika wilayah Sumbar masuk kategori waspada. Peluang hujan intensitas sedang hingga lebat masih terjadi pada siang hingga malam hari, terutama di Pasaman dan Pasaman Barat, termasuk juga Kota Padang.
Selain curah hujan yang meningkat, potensi kilat, petir, dan angin kencang juga mengiringi perkembangan cuaca tersebut. BMKG mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati, terutama mereka yang tinggal di kawasan rentan seperti perbukitan, bantaran sungai, serta daerah yang rawan longsor dan banjir bandang.
Aktivitas perjalanan darat maupun laut juga perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca yang cepat berubah, karena keselamatan menjadi prioritas di tengah situasi ekstrem.
Namun, lebih dari sekadar laporan cuaca, peringatan dini BMKG ini adalah bentuk nyata komitmen keterbukaan informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dalam konteks UU KIP, informasi mengenai cuaca ekstrem dan potensi bencana termasuk informasi yang wajib disampaikan kepada publik.
Pasal 10 UU KIP menegaskan bahwa badan publik harus mengumumkan informasi penting secara berkala demi kepentingan masyarakat luas. Informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak wajib diumumkan secara serta-merta tanpa menunggu permintaan. Kewajiban menyebarluaskan serta merta dengan cara yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Artinya, setiap detail yang disampaikan BMKG—mulai dari peta potensi hujan hingga perkembangan dinamika atmosfer—adalah bagian dari pemenuhan hak publik untuk mengetahui informasi yang menyangkut keselamatan mereka.
Keterbukaan informasi dalam konteks kebencanaan bukan sekadar formalitas hukum; ia adalah instrumen perlindungan yang sangat nyata. Ketika curah hujan meningkat, ketika peluang angin kencang muncul, atau ketika potensi petir menguat, masyarakat memerlukan informasi yang akurat, kredibel, dan mudah diakses.
Informasi semacam ini memungkinkan masyarakat menyesuaikan rencana perjalanan, menunda aktivitas berisiko, atau mengamankan lingkungan tempat tinggal mereka. Pemerintah daerah juga membutuhkan informasi ini sebagai dasar menetapkan status siaga bencana, mengaktifkan posko, atau mengoptimalkan koordinasi dengan BPBD dan instansi terkait.
Para pelaku transportasi, baik darat maupun laut, menjadikan informasi BMKG sebagai panduan untuk meminimalkan risiko kecelakaan. Semua ini menunjukkan bahwa keterbukaan informasi publik berfungsi bukan hanya untuk transparansi, tetapi untuk menyelamatkan nyawa.
Di era perubahan iklim yang semakin tidak menentu, kebutuhan akan informasi yang cepat dan akurat menjadi semakin penting. Cuaca dapat berubah dalam hitungan jam, dan keterlambatan informasi dapat menimbulkan bahaya besar.
Dengan semakin mudahnya akses teknologi, BMKG dituntut untuk menyampaikan informasi tidak hanya melalui kanal resmi seperti laman web dan rilis pers, tetapi juga melalui media sosial, radio lokal, hingga kerja sama dengan pemerintah daerah.
Semakin luas jangkauan informasi, semakin besar peluang masyarakat untuk memahami dan mengantisipasi risiko. Dalam kerangka ini, UU KIP memberi landasan kuat bahwa informasi bukan milik eksklusif badan publik, tetapi hak setiap warga negara.
Peringatan dini dari BMKG Minangkabau pada akhir November 2025 ini menjadi pengingat bahwa informasi cuaca ekstrem bukan hanya laporan teknis, tetapi bagian integral dari ekosistem keselamatan publik. Keterbukaan informasi memastikan bahwa masyarakat tidak berada dalam ketidakpastian, dan pemerintah tidak hanya bereaksi setelah bencana terjadi, melainkan mampu melakukan upaya pencegahan yang lebih terukur.
Kepatuhan terhadap UU KIP tidak hanya membentuk budaya transparansi, tetapi juga memperkuat ketangguhan masyarakat menghadapi ancaman cuaca ekstrem.
Di tengah cuaca yang cepat berubah, informasi yang tepat waktu adalah perlindungan pertama bagi publik, dan BMKG telah memainkan peran penting dalam memastikan hak itu terpenuhi. []
